MAKALAH
“SUMBER HUKUM PERBANKAN DI INDONESIA”
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas UTS
Mata Kuliah “Hukum Perbankan di Indonesia”
Dosen Pembimbing :
Bu. Zulfatun Nikmah
Disusun Oleh :
INTAN PRATIWI
NIRWANA PUTRI (1711143034)
FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
HUKUM EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG 2014-2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sumber hukum perbankan dapat dibedakan atas
sumber hukum dalam arti formal dan sumber hukum dalam arti materil. Sumber
hukum dalam arti materil adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum itu
sendiri dan itu tergantung dari sudut mana dilakukan peninjauannya, apakah dari
sudut pandang ekonomi, sejarah, teknologi, filsafat, dan lain
sebagainya.Ahli-ahli perbankan cenderung menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan
terhadap lembaga perbankan dalam suatu masyarakat itulah yang menimbulkan isi
hukum yang bersangkutan. Sumber hukum material baru dapat diperhatikan jika
dianggap perlu untuk diketahui asal-usul hukum. Sedangkan sumber hukum formil
adalah tempat ditemukannya ketentuan hukum dan perundang-undangan baik tertulis
maupun tidak tertulis.
Berkaitan dengan sistem keuangan yang dianut di Indonesia,
terdiri dari sistem keuangan moneter dan lembaga keuangan lainnya. Sistem
keuangan moneter terdiri atas otoritas moneter dan sistem Bank Umum (commercial
bank). Otoritas moneter sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 23 tahun
1999 tentang Bank Indonesia jo. Undang-Undang No. 3 tahun 2004 tentang
perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1999. Secara tegas
menyatakan bahwa Bank Indonesia adalah penanggung jawab otoritas kebijakan
moneter yang biasanya disebut otoritas moneter.
Sebagai otoritas moneter
Bank Indonesia berwenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dalam
rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Disamping otoritas
moneter, sistem bank umum yang merupakan bagian dari sistem perbankan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1992 . Undang-undang no.
10tahun 1998 tentang perbankan, ini berarti bahwa sistem moneter berhubungan
erat dengan bank sentral dan lembaga keuangan bank. Selain sistem keuangan
bank, sistem keuangan non bank juga merupakan bagian dari sistem keuangan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
SUMBER-SUMBER
HUKUM PERBANKAN
Sumber hukum perbankan dapat
dibedakan atas sumber hukum dalam arti formal dan sumber hukum dalam arti
material. Sumber hukum dalam arti material adalah sumber hukum yang menentukan
isi hukum itu sendiri, dan itu tergantung dari sudut mana dilakukan
peninjauannya, apakah dari sudut mana dilakukan peninjauannya, apakah dari
sudut pandang ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, dan lain sebagainya.
Seorang ahli perbankan akan cenderung menyatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan
terhadap lembaga perbankan dalam suatu masyarakat itulah yang menimbulkan isi
hukum yang bersangkutan. Sumber hukum dalam arti material baru diperhatikan
jika dianggap perlu untuk diketahui akan asal usul hukum.
Adapun hukum dalam arti formal
adalah tempat diketemukannya ketentuan hukum dan perundang-undangan (tertulis)
yang mengatur mengenai perbankan. Berbeda dengan hukum perdata, hukum perbankan
yang berlaku dewasa ini belum terkodifikasi seperti hukum perdata, tetepi
bersumber atau merujuk kepada perundang-undangan lainnya diluar peraturan
perundang-undangan perbankan dan kebank sentralan. Bahkan dalam masalah
tertentu, juga bersumber atau merujuk kepada perundang-undangan lainnya diluar
peraturan perundang-undangan perbankan dan kebanksentralan.
Sifat hukum perbankan
kita bersifat hukum imperatif atau hukum memaksa artinya bank dalam menjalankan
usahanya harus tunduk dan patuh terhadap rambu-rambu yang telahg diterapkan
dalam undang-undang, apabila rambu perbankan dilarang, Bank Indonesia berwenang
menindak bank yang bersangkutan dengan menjatuhkan sanksi administratiof
seperti mencabut izin usahanya.
Walaupun demikian dalam
rangka pengawasan intern, bank diperkenankan membuat aturan internal (self
regulation) dengan berpedoman kepada kebijakan umum Bank Indonesia.
Ketentuan internal ini dimaksudkan sebagai standar yang jelas dan tegas dalam
pengawasan internal bank, sehingga diharapkan dapat melaksanakan kebijakannya
sendiri dengan baik dan penuh tanggung jawab.
B.
Sumber Hukum Perbankan
Tertulis
Dibawah ini disebutkan berbagai peraturan perundang-undangan yang
secara khusus mengatur atau yang berkaitan dengan masalah perbankan dan kebank
sentralan, yang menjadi sumber hukum perbankan yang berlaku dewasa ini, diantaranya
yaitu :
1.
Undang-undang
nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (disebut undang-undang perbankan yang telah
diubah):
2.
Undang-undang
nomor 3 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah pertama
dengan undang-undang nomor 3 tahun 2004 dan terakhir dengan peraturan
pemerintah nomor 2 Tahun 2008 sebagaimana telah ditetapkan dengan Undang-undang
Nomor 6 tahun 2009 (disebut UUBI)
3.
Undang-Undang
Nomor 24 tahun 1999 tentamg lalu lintas devisi dan system nilai tukar.
4.
Undang-undang
nomor 24 tahun 2004 tentang lembaga penjamin simpanan sebagaimana telah diubah
dengan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 3 Tahun 2008
sebagaimana telah ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 2009 (disebut
UULPS)
5.
Undang-undang Nomor
21 tahun 2008 tentang pperbankan syariah,
6.
Burgelik
wetboek (kitab Undang-undang hukum perdata), terutama ketentuan dalam buku ii
dan buku iii mengenai jaminan kebendaan dan perjanjian.
7.
Wetboek van
koophandel (kitab undang-undang hukum dagang),
terutama ketentuan dalam buku I mengenai surat-surat berharga
8.
Undang-undang
nomor 5 tahun 1962 tentang perusahaan daerah.
9.
Undang-undang
nomro 25 tahun 1992 tentang perkoperasian
10. Unadng-undang nomor 1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas, yang
kemudian diperbarui dengan undang-undang nomor 40 tahun 2007
11. Undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak Tanggungan atas tanah
beserta benda-benda yang berkaitan dengan Tanah.
12. Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia
13. Undang-undang nomor 9 tahun 2006 tentang resi gudang
Selain itu terdapat factor-faktor lain yang membantu pembentukan
hukum perbankan, diantaranya perjanjian-perjanjian yang dibuat antara bank dan
nasabah, ajaran hukum melalui peradilan yang termuat dalam putusan hakim
(yurisprudensi, doktrin-doktrin hukum dan kebiasaan serta kelaziman yang
berlaku dalam ndustri perbankan.
Undang-undang perbankan yang diubah merupakan sumber pokok dari
hukum perbankan nasional di Indonesia. Oleh karena itu, segala ketentuan
perbankan nasional di Indonesia harus disesuaikan dengan Undang-undang
perbankan yang diubah tersebut dengan berlakunya undang-undang perbankan yang
diubah, selain menyatakan tidak berlaku lagi Undang-unang nomor 14 tahun 1967
tentang pokok-pokok perbankan. Juga menyatakan tidak berlaku lagi peraturan
lainnya, yaitu :
a.
Staatsblad
tahun 1929 nomor 357 tanggal 14 september 1929 tentang aturan-aturan mengenai
Badan-badan kredit dess dalam provinsi-provinsi dijawa dan Madura diluar
wilayah kotapraja-kotapraja.
b.
Undang-undang
nomor 12 tahun 1962 tentang bank pembangunan swasta (lembaga Negara tahun 1962
nomor 58, tambahan lembaga Negara nomor 2489)
c.
Peraturan
tentang usaha perkreditan yang diselenggarakan oleh kelurahan di daerah
kabupaten paku alaman (Rijksblaad dari daerah paku alaman tahun 1937 Nomor 9)
Peraturan-peraturan perbankan diatas dinilai sudah tidak dapat
mengikuti perkembangan perekonomian nasional mapun internasional, karenanya
dperlu diganti dan disusun undang-undang yang baru yang mengatur masalah
perbankan, yang kemudian mengalami perubahan dan penambahan sebagaimana dalam
undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang oerbankan sebagaimana telah diubah
dengan undang-undang nomor 10 tahub 1998.
Pengakuan secara yuridis formal mengenai eksistensi perbankan sudah
berlangsung lebih kurang 39 tahun sejak dilahirkannya Undang-undang nomor 14
tahun 1967 tentang poko-pokok perbankan. Pengaturan perbankan yang tertuang
dalam dalam undang-undang nomor 14 tahun
1967 tidak terlepas dari jiwa dan makna ketetapan MPRs nomor XXIII/MPRS/1966
tentang pembaruan Landasan Ekonomi, Keuangan, dan pembangunan yang menghendaki
untuk menilai kembali tata perbankan dalam rangka penyehatan tata perbankan
supaya dapat lebih dimanfaatkan bagi
kepentingan perbankan ekonomi dan moneter. Oleh karena itu maka pengaturan tata
perbankan sebagaimana tertuang dalam undang-undang Nomor 14 tahun 1967 tersebut
diandaskan kepada hal –hal sebagaimana berikut :
1.
Tata perbankan
harus merupakan suatu kesatuan system yang menjamin adanya kesatuan pimpinan
dalam mengatur seluruh perbankan di Indonesia serta mengawasi kebijaksanaan
moneter dibidang perbankan
2.
Memobilisasikan
dan memperkembangkan seluruh potensi yang bergerak dibidang perbankan
berdasarkan asas-asas demokrasi ekonomi
3.
Membimbing dan
memanfaatkan segala potensi tersebut diatas bagi kepentingan perbaikan ekonomi
rakyat.
Berdasarkan pemikiran dan landasan diatas, maka tata perbankan
Indonesia menurut undang-undang nomor 14 tahun 1967, baik mengenai organisasi
maupun strukturnya dibentuk sedemikian rupa, hingga bank Indonesia sebagai bank
sentral membimbing pelaksanaan kebijakan moneter dan mengordinir, membina serta
mengawasi semua perbankan. Bank-bank baik milik Negara maupun milik swasta/
koperasi membantu bank sentral dalam melaksanakan tugasnya dibidang moneter.
Sesuai dengan dinamika perekonomian nasional dan internasional yang
diikuti oleh perubahan budaya yang bergerak cepat dengan tantangan yang semakin
kompleks dan meluas , maka undang-undang nomor 14 tahun 1967 perlu disusun
kembalidengan mengadakan pembangunan pada tataran idealistic hukum sehingga
mampu menyahuti realistic hukum diawali dengan indikasi perubahan di bidang
perbankan sejak tahun 1983 yang diikuti dengan kebijakan baru di bidang moneter
dan perbankan yang dikenal dengan tahap deregulasi. Kebijakan selanjutnya
diikuti dengan paket juni 1983, disusun
dengan paket oktober 1988, paket juni
1990, paket februari 1991 dan mencapai puncaknya pada tahun 1992 dengan
melahirkan Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan.
Sebagaimana diketahui, Undang-undang Nomor 14 tahun 1967
disusun pada situasi dan kondisi
perekonomian yang jauh berbeda dengan situasi dan kondisi perekonomian saat
ini. Perkembangan perekonomian nasional maupun internasional senantiasa
bergerak cepat disertai tantangan yang semakin luas, perlu selalu dapat diikuti
secara tanggao oleh perbankan nasional dalam menjalankan fungsi dan tanggung
jawabnya, sehingga perbankan nasional perlu :
1.
Ditata dalam
struktur kelembagaan yang lebih lugas dengan landasan yang lebih luas, dan
lebih jelas ruang geraknya
2.
Diberi kesempatan
memperluas jangkauan pelayanannya di segala penjuru tanah air, baik pelayanan
sebagai perbankanumum yang menjangkau semua lapisan masyarakat maupun perbankan
perkreditan rakyat yang pelayanannya diperuntukkan bagi golongan ekonomi lemah/
pengusaha keci.
3.
Diperkuat dengan
landasan hukum yang dibutuhkan bagi terselenggaranya pembinaan dan pengawasan
yang mendukung peningkatan kemampuan perbankan dalam menjalankan fungsinya
secara sehat, wajar dan efisien. Sekaligus memungkinkan perbankan Indonesia melakukan
penyesuaian yang diperlukan sejalan dengan berkembangnya norma-norma perbankan
internasional.
Dengan dasar pemikiran tersebut, diadakan penggantian dan
penyempurnaan terhadap peraturan hukum perbankan agar lebih sesuai dengan tuntutan
pembangunan.
Pe,bicaraan enyangkut sumber hukum mengenai bidang hukum perbankan Indonesia
maksudnya sumber hukum, bai dalam arti formal maupun materil dalam buku lain disebutkan sumber hukum
formal dalam oerbankan Indonesia tidak hanya terbataspada sumber hukum
tertulis, tetapi juga juga dimungkinkan adanya sumber hukum tertulis. Berbicara
tentang sumber hukum formal di Indonesia, maka kita akan selalu menempatkan
undang-undang dasar 1945 sebagai sumber utama. Selanjutnya, kita bisa mengurut
sumber hukum formal mengenai bidang perbankan tersebut, yaitu sebagai berikut :
1.
Undang-undang
dasar 1945 beserta amandemennya.
2.
Undang-undang pokok
dibidang perbankan dan undang-undang pendukung sector ekonomi dan sector lainnya
yang terkait, seperti :
a.
Peraturan pokok
b.
Peraturan pendukung
Yaitu baik
Kitab Undang-undang Hukum perdata , Kitab Undang-undang Hukum dagang, serta
undang-undang lainnya yang berkaitan dan banyak hubungannya dengan kegiatan
perbankan,
c.
Peraturan pemerintah
d.
Peraturan presiden
e.
Keputusan Menteri
keuangan
f.
Peraturan Bank
Indonesia
g.
Peraturan
lainnya yang dikeluarkan oleh institusi pemerintah yang tidak langsung mengurus
perbankan, tetapi peraturannya memuat ketentuan yang erat dengan kegiatan
perbankan atau secara langsung mengatur kegiatan pebankan, misalnya peraturan
menteri dalam negeri yang mengatur perbankan Milik pemerintah daerah.
Urutan
sumber hukum diatas tidak menunjukkan seluruhnya pada hirarki
perundang-undangan yang sebenarnya, tetapi untuk memudahkan pengurutannya
semata.
C.
Faktor-faktor
yang membantu pembentukan hukum perbankan
Diatas kita telah mengetahui sumber hukum formal dibidang perbankan
yang ada di Indonesia. Selain itu, kita ketahui pula bahwa disamping sumber
hukum formal, terdapat factor-faktor lain yang membantu pembentukan hukum
perbankan, diantaranya, perjanjian, yurisprudensi, dan doktrin, Konvensi.
1.
Perjanjian
Kita ketahui
bahwa dalam KUHPdt terdapat ketentuan bahwa
semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya. Jadi perjanjian dapat dianggap bagi para pihak
sebagai suatu undang-undang, yang materinya sangat konkret, dan keterkaitan
atas ketentuannya berdasarkan kehendaknya sendiri. Akan tetapi, dalam
perkembangannya materi yang bisa diperjanjikan itu bisa menjadi hukum yang
dipakai luas sebagai hukum objektif. Keadaan tersebut disebabkan terjadinya
sesuatu yang diperjanjikan oleh para pihak diulang lagi oleh pihak lainnya.
2.
Yurisprudensi
Indonesia mengikuti
sistem hukum sipil yang mendasrkan system hukum nya terutama pada system perundang-undangan.
Hal tersebut berbeda sekali bahkan meupakan kebalikan dari common law system
yang lebih mendasarkan pada yurisprudensi. Dengan demikian, meskipun peranan
pengadilan di Indonesia tidaklah sebesar di Negara-negara yang menganut common
law system, yurispudensi pun tetap diterima sebagai salah satu sumber hukum
atau factor pembentuk hukum. Kondisi ini didorong oleh adanya ketentuan pasal 5
ayat 1 7undang-undang nomor 40 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman bahwa : “
hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai hukum
dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.” Ketentuan tersebut dapat dijadikan suatu dasr
bahwa pengadilan pun dapat memegang peranan yang aktif untuk pembentukan hukum
acara umumnya dan hukum perbankan secara khususnya.
Yuriisprudensi dengan
demikian merupakan sesuatu yang penting pula dalam rangka oembentukan hukum
perbankan. Keputusan-keputusan yang terjadi di bidang hukum perbankan mempunyai
arti penting dalam kehidupan praktik dunia perbankan, oleh karena itu turut
melakukan oenstrukturan kembali suatu masalah dalam praktik pebankan yang ada. Jelaslah
jika sesuatu ketentuan dalam yurisprudensi selalu diikuti atau telah terbentuk
yurisprudensi tetap, peraturan tersebut dapat menjadi terbentuk hukum objektif,
bukan berdasarkan keputusan lagi, melainkan telah berdasarkan kesadaran hukum
yang umum, yang menjelma garis tingkah laku terutama terhadap para hakim,
Kita dapat
melihat hal tersebut dari contoh-contoh keputusan pengadilan kasasi,
diantaranya :
1.
Putusan Mahkamah
Agung tertanggal 1 September 1971 dlam perkara antara lo diang siang melawan
bank Indonesia menetapkan bahwa hanya benda bergerak yang fapat difidusiakan
sehingga fidusia bagi barang tidak bergerak adalah tidak sah dan batal dari
hukum.
2.
Putusan mahkamah
agung RI Nomor 1042 K/ Pdt/1987 tanggal 23 Agustus 1988 yang salah satu isinya
menyebutkan bahwa tanggung jawab terhadap ongkos pengacara dalam perjanjian
kredit (untuk penagihan kredit) adalah menjadi tanggung jawab bank.
3.
Putusan mahkamah
agung RI nomor 2450 K/Sip/1982 tanggal 10 september 1985 dan putusan mahkamah
agung RI Nomor 2216 K/Pdt/1988 tanggal 26 juli 1990, dalam intinya menetapkan
bahwakebijaksanaan bank melaksanakan perjanjian kredit bank batal demi hukum
dan tindakan demikian merupakan perbuatan yang tidak beritikad baik.
4.
Putusan Mahkamah
agung RI Nomor 2414 K/Pdt/1987 tanggal 12 februari 1990 tentang grosse akta
yang tidak dapat dieksekusi (eks pasal 224 HIR), harus menempuh jalan dengan
mengajukan gugatam perdata biasa.
3.
Doktrin
Doktrin atau
pendapat para ahli hukum yang ternama dapat dijadikan sebgai sumber hukum
merupakan ajaran pada bangsa romawi, tetapi kemudian pada perkembangannya telah
menjadi pegangan bangsa-bangsa lainnya. Dengan demikian, kita mengenal adanya
ajaran bahwa orang tidak boleh menyimpang dari pendapat umum para ahli hukum
(communis opinion doctorum). Hanya saja dibelanda ajaran hukum itu bukanlah
sumber hukum dalam arti formal. Karenanya, para hakim di negeri belanda tidak
merasa terikat pada ajaran bahwa orang yang tidak boleh menyimpang dari
pendapat umum para ahli hukum
Kita dalam
pengaturan perbankan tidak akan terlepas dari pendapat para ahli diluar bidang
hukum, terlebih sekarang ini pembentukan hukum tidaklah bisa diharapkan hanya
dari pemikiran-pemikiran para ahli hukum. Agar hukum dapat memainkan peranannya
dalam perbankan, para ahli hukum harus memahami fsn msmpu menangani berbagai
pesoalan yang menjadi inti aktivitas bisnis perbankan tersebut. Hanya dengan
pemahaman yang baik fari aspek perbankan secara benar maka akan lahir regulasi
yang lebih baik, interprestasi yang cerdas, dan implementsi yang lebih
konsisten.
Pendekatan multidisipliner
menyebabkan kita juga harus memperhatikan pendapat umum dari para ahli
perbankan misalnya. Hal tersebut dapat kita lihat drai perkembangan standart
pertukaran emas (gold exchange standard) dimana nilai dasar (par value) uang
nasional semua Negara anggota IMF dinyatakan dalam berat tertentu emas atau
dalam dolar amerika serikat. Ajaran ini adalah hasil pemikiran dari white. Jadi
itulah salah satu contoh bahwa doktrin merupakan factor dalam pembentukan hukum
perbankan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Sumber hukum perbankan dapat dibedakan atas sumber hukum dalam arti
formal dan sumber hukum dalam arti material. Sumber hukum dalam arti material
adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum itu sendiri, dan itu tergantung
dari sudut mana dilakukan peninjauannya, apakah dari sudut mana dilakukan
peninjauannya, apakah dari sudut pandang ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat,
dan lain sebagainya. Seorang ahli perbankan akan cenderung menyatakan, bahwa
kebutuhan-kebutuhan terhadap lembaga perbankan dalam suatu masyarakat itulah
yang menimbulkan isi hukum yang bersangkutan. Sumber hukum dalam arti material
baru diperhatikan jika dianggap perlu untuk diketahui akan asal usul hukum.
Sifat hukum perbankan
kita bersifat hukum imperatif atau hukum memaksa artinya bank dalam menjalankan
usahanya harus tunduk dan patuh terhadap rambu-rambu yang telahg diterapkan
dalam undang-undang, apabila rambu perbankan dilarang, Bank Indonesia berwenang
menindak bank yang bersangkutan dengan menjatuhkan sanksi administratiof
seperti mencabut izin usahanya.
DAFTAR PUSTAKA
Raharjo, sarjipto hukum perbankan di
indonesia, (bandung :citra aditya bakti,2002)
Soepraptomo, heru hukum perbankan di indonesia,(Jakarta:rajagrafindo
persada,2005)
Djumhana, muhammad hukum perbankan di indonesia,( bandung: PT.
citra adya bakti,1993)
Kamello,
tankarakter hukum perdata,(universitas sumatra utara,2006)
Usman, rahmadi
hukum perbankan,(Jakarta:sinar grafika,2010)
Ghozali, Djoni
S Hukum Perbankan, (Jakarta : Sinar
Grafika, 2012)
http//www.bi.go.co.id
http//www.wordpres.com