Oleh : Intan Pratiwi Nirwana Putri
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Etika
Etika berasal
dari bahasa Yunani ethos (jamaknya ta etha), yang berarti kebiasaan. Selain
etika, juga dikenal kata “moral” atau ”moralitas” yang berasal dari bahasa
latin, yaitu mos (jamaknya mores), yang artinya juga kebiasaan.
Dengan
mengikuti penjelasan dari kamus Besar Bahasa Indonesia, K. Bertens menyatakan,
etika dapat dibedakan dalam tiga arti. Pertama etika dalam arti nilai-nilai dan
norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur perilakunya. Contohnya etia suku Indian, etika agama Budha, dan
etika Protestan. Kedua etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral,
contohnya adalah kode etik suatu profesi. Ke tiga etika sebagai ilmu tentang
yang baik dan yanag buruk. Apa yang disebutkan terakhir ini sama artinya dengan
etika sebagai cabang filsafat.
Pengertian
etika yang pertama dan kedua dalam penjelasan K.Bertens sebenarnya mengacu pada
pengertian etika yang sama, yaitu etika sebagai system nilai. Jika kita
bebicara tentang etika profesi hukum, berarti kita juga berbicara tentang
system nilai yang menjadi pegangan suatu kelompok profesi, mengenai apa yang
baik dan yang buruk menurut nilai-nilai profesiitu. Biasanya nilai-nilai itu
dirumuskan dalam suatu norma tertulis, yang kemudian disebut sebagai kode etik.
Jadi, kiranya cukup jelas apabila etika diartikan dalam dua hal, yaitu :
1.
Etika sebagai system nilai, dan
2.
Etika sebagiailmu, atau lebih tegas lagi sebagai cabang filsafat.
Orang sering
mengacaukan kata-kata etika dengan etiket. Sebagai contoh, jika seseorang
mahasiswa mengahadap dosennya dengan menggunakan sandal jepit, mungkin akan
muncul komentar bahwa mahasiswa itu tidak beretika, komentar demikian
sesungguhnya kurang tepat. Sebab kata yang seharusnya adalah etiket, bukan
etika.
Etiket
berkaitan dengan sopan santun dalam pergaulan sesame manusia. Tentu saja apa
yang diartikan sopan dalam suatu situasi atau oleh suatu budaya, akan berbeda
menurut situasi atau budaya yang lain. Etika jauh lebih luas pengertiannya dari
sekedar sopan santun dalam pergaulan. Etika merupakan refleksi manusia tentang
nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam kehidupannya. Etika juga tidak
membatasi diri pada situasi atau budaya tertentu, tetapi lebih berskala
universal.
Sebagai cabang
filsafat, etika membahas tentang moralitas manusia. Dalam beberapa buku, etika
diartikan sebagai filsafat tingkah laku, sedangkan dalam buku-buku yang lain
disebut sebagai filsafat moral. Pendapat yang disebutkan terakhir ini lebih
tepat karena moral dalam arti luas juga moralitas, merupakan nilai dan norma
yang dapat menjadi pedoman sikap dan perilaku manusia. Jadi bukan hanya
perilaku yang dipedomani, tetapi juga sikap atau lengkapnya dapat dikatakan,
bahwa etika adalah filsafat tentang sikap atau perilaku.[1]
Ada yang
menyebut profesi polisi sebagai suatu profesi yang mulia (nobile profession).
Fanz Magnis Suseno menyebutnya sebagai suatu profesi yang luhur, yang memiliki
dua prinsip, yaitu mendahulukan kepentingan orang yang dibantu, dan mengabdi
pada tuntutan luhur profesi. Sebagai sebuah profesi maka polisi mempunyai kode
etik profesi. Setiap profesi mensyaratkan adanya landasan moral dalam
menjalankan profesinya. Moral disyaratkan ada pada setiap pemegang profesi,
oleh karenanya pemegang profesi memiliki tanggung jawab moral dan komitmen atas
profesi yang disandang.
Moral merupakan
landasan dan dasar dalam menjalankan atau melahiriahkan profesi. Dalam
menjalankan profesi agar tetap berada dalam kerangka nilai-nilai moral maka
diperlukan aturan perilaku berupa etika. Moral menyangkut kebaikan, oleh karena
itu secara sederhana moral dapat disamakan dengan kebaikan orang atau kebaikan
manusiawi. Hakekat setiap profesi tercermin dari kode etiknya yang berupa suatu
ikatan, suatu aturan atau norma yang harus diindahkan yang berisi
petunjuk-petunjuk kepada para anggota organisasi profesi tentang
larangan-larangan, yaitu apa yang tidak boleh diperbuat atau dilakukan, tidak
saja dalam menjalankan profesinya, tetapi juga menyangkut perilaku mereka dalam
masyarakat.
Kode etik
profesi adalah suatu tuntutan bimbingan atau pedoman moral atau kesusilaan
untuk suatu profesi tertentu atau merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan
suatu profesi yang disusun oleh para anggota profesi itu sendiri dan mengikat
mereka dalam praktik. Dengan demikian maka kode etik profesi berisi nilai-nilai
etis yang ditetapkan sebagai sarana pembimbing dan pengendali bagaimana
seharusnya atau seyogyanya pemegang profesi bertindak atau berperilaku atau
berbuat dalam menjalankan profesinya. Jadi, nilai-nilai yang terkandung dalam
kode etik profesi adalah nilai-nilai etnis.
Kode etik
profesi lahir dalam lembaga atau organisasi profesi itu sendiri yang kemudian
mengikat secara moral bagi seluruh anggota yang tergabung dalam organisasi
tersebut. Oleh karena itu antara organisasi profesi yang satu dengan
oraganisasi profesi lainnya memiliki
rumusan kode etik profesi yang berbeda-beda, baik unsure normanya maupun ruang
lingkup dan wilayah berlakunya. Demikian pula pada profesi kepolisian,
mempunyai kode etik yang berlaku bagi polisi dan pemegang fungsi kepolisian.
Kode etik bagi profesi kepolisian tidak hanya didasarkan pada kebutuhan
professional, tetapi juga telah diatur secara normative dalam UU No. 2 tahun
2002 tentang POLRI yang ditindak lanjuti dengan peraturan Kapolri, sehingga
kode etik profesi Polri berlaku mengikat bagi setiap anggota POLRI.
B.
Tugas dan Wewenang POLRI
Kepolisian
sebagai lembaga penegakan hukum dalam menjalankan tugasnya tetap tunduk dan
patuh pada tugas dan wewenang sebagaimana yang diatur dalam UU ini. Dalam pasal
13 UU nomor 2 tahun 2002 dinytakan bahwa tugas pokok kepolisian Negara republic
Indonesia adalah:
1.
Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
2.
Menegakkan hukum
3.
Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat
Untuk lebih
merinci mengenai tugas pokok sebagaimana nomor 2 tahun 2002, dinyatakan dalam
pasal 13 dalam pasal 14 UU nomor 2 tahun 2002, dinyatakan
bahwa dalam melaksanakan tugas pokoknya, kepolisian Negara republic Indonesia
bertugas:
a.
Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawlan dan patrol terhadap
kegiatan masyrakat dan pemerintah sesuai kebutuhan
b.
Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban
dan kelancaran lalu lintas jalan
c.
Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyrakat,
kesadaran hukum masyarakat, serta ketaan warga masyarakat terhadap hukum dan
peraturan perundang-undangan
d.
Turut serta dalam pembinaan hukum nasional
e.
Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum
f.
Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan
swakarsa
g.
Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya
h.
Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensic dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas
kepolisian
i.
Melindungi kepentingan jiwa raga, harta benda dan masyarakat
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan atau bencana termasuk memberikan
bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia
j.
Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara, sebelum
ditangani oleh instansi dan atau pihak yang berwenang
k.
Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya
dalam lingkup tugas kepolisian
l.
Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selain tugas
pokok kepolisian diatas, wewenang kepolisian Negara republic Indonesia diatur
dalam pasal 15 UU nomor 2 tahun 2002 yang menyatakan dalam
rangkapenyelenggaraan tugas bagaiamana dimaksud dalam pasal 13 dan pasal 14,
kepolisian Negara republic Indonesia secara umum berwenang:
a.
Menerima laporan dan pengaduan
b.
Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
menggangu ketertiban umum
c.
Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masayarkat
d.
Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa
e.
Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangna
administrative kepolisian
f.
Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan
kepolisian dalam rangka pencegahan
g.
Melakukan tindakan pertama ditempat kejadian
h.
Mengambil sidik jari dan identitas lainya serta memotret seseorang
i.
Mencari keterangan dan barang bukti
j.
Menyelenggrakan pusat informasi criminal nasional
k.
Mengeluarkan surat izin dan atau surat keterangan yang diperlukan
dalam rangka pelayanan masyarakat
l.
Memberikan bantuan pengamanan dalam siding dan pelaksanaan putusan
pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat
C.
Kode Etik Profesi POLRI
Dalam pasal 34
dan 35 UU No. 2 tahun 2002 disebutkan bahwa : (1) sikap dan perilaku pejabat
polri terikat pada kode etik profesi polri; (2) kode etik profesi Polri dapat
menjadi pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungannya;
dan (3) ketentuan mengenai kode etik profesi polri diatur dengan keputusan
kapolri. Selanjutnya dalam pasal 35 disebutkan : (1) pelanggaran terhadap kode
etik profesi polri diselesaikan oleh komisi kode etik polri; dan (2) ketentuan
mengenai susunan organisasi dan tata kerja komisi kode etik polri diatur dengan
keputusan kapolri.
Tindak lanjut
dari ketentuan pasal 34 dan 35 UU No. 2
tahun 2002 adalah diterbitkan keputusan kapolri No. Pol.Kep/32/VII/2003,
tanggal 1 Juli 2003 Tentang Pengesahan berlakunya rumusan Kode etik Profesi
Pori. Kapolri juga menerbitkan Keputusan No. Pol : Kep/33/VII/2003, tanggal 1
juli 2003 tentang Tata Cara Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri. Kedua
ketentuan tersebut sebenarnya bukan produk hukum pertama yang mengatur kode etik profesi polri, karena
pada tahun 1985 Kapolri telah menerbitkan Keputusan No. Pol.:
Skep/213/VII/1985, tanggal 1 juli 1985 yang dahulu dikenal dengan Naskah Ikrar
Kode etik tentang Polri. Selanjutnya berdasarkan Pasal 23 UU No. Pol.:
Kep/05/III/2001 Tentang buku kode etik profesi polri; dan buku petunjuk
Administrasi Komisi Kode Etik Profesi Polri dengan keputusan Kapolri No. Pol.:
Kep/04/III/2001, tanggal 7 Maret 2001.
Kode etik
profesi polri saat ini diatur dengan peraturan Kapolri No. 7 tahun 2006, tanggal
1 Juli 2006 Tentang Kode etik Profesi Polri; dan peraturan Kapolri No. 8 tahun
2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode etik Polri. Peningkatan
pengaturan Kode Etik Profesi Polri dalam bentuk peraturan Kapolri adalah untuk
memenuhi ketentuan UU no. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Menurut pasal 7 (4)
UU No. 10 tahun 2004, peraturan perundang-undangan lain diakui keberadaannya
dan mempunyai kekuatan hukum mengikat aepanjang diperintah oleh peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan
bahwa salah satu jenis peraturan yang dikeluarkan oleh menteri. Kapolri adalah
pejabat setingkat menteri, karena bertanggung jawab langsung kepada presiden,
sehingga peraturan yang dikeluarkan oleh kapolri mempunyai kekuatan mengikat.
Disamping itu peningkatan pengaturan Kode etik Profesi Polri dengan peraturan
Kapolri dimaksudkan agar kode etik tersebut tidak hanya mengikat anggota Polri
tetapi juga mengikat pengemban fungsi kepolisian lainnya.
Kode etik
profesi polri merupakan pedoman perilaku dan sekaligus menjadi pedoman moral
bagi anggota Polri sebagai upaya pemuliaan terhadap profesi kepolisian yang
berfungsi sebagai pembimbing pengabdian, sekaligus menjadi pengawas hati nurani
setiap anggota polri agra terhindar dari perbuatan yang tercela dan penyalah
gunaan wewenang. Dalam pasal 1 angka 1 etik profesi polri adalah norma-norma
atau aturan-aturan yang merupakan landasan etik atau filosofis dengan peraturan
perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang atau tidak patut dilakukan oelh anggota
polri.
Fungsi kode
etik profesi polri adalah sebagai pembimbing perilaku anggota polri dalam
menjalankan pengabdian profesinya dan sebagai pengawas hati nurani agar anggota
polri tidak melakukan perbuatan tercela yang bertentangan dengan nilai-nilai
etnis dan tidak melakukan penyalahgunaan wewenang atas profesi kepolisian yang
dijalnkannya. Kode etik profesi kepolisian merupakan kristalisasi dari
nilai-nilai tribrata yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta
mencerminkan jati diri setiap anggota polri dalam wujud komitmen moral yang
meliputi etika kepribadian, etika kenegaraan, etika kelembagaan dan etika dalam
hubungan dengan masyarakat. Pada peraturan sebeumnya etika profesi Polri hanya
meliputi etika pengabdian, etika kelembagaan dan etika kenegaraan.
1.
Etika Kepribadian Profesi Polri
Keberhasilan
pelaksanaan tugas Polri dalam memelihara Kamtibnas, dalam menegakkan hukum,
melindungi dan mengayomi serta melayani masyarakat selain ditentukan oleh
kualitas pengetahuan dan keterampilan teknis kepolisian atau profesionalisme
yang tinggi, juga ditentukan oleh perilaku terpuji setiap anggota Polri
ditengah msyarakat. Oleh karena itu setiap anggota Polri wajib menghayati dan
menjiwai Kode etik Profesi Polri yang harus tercermin dalam sikap dan
perilakunya, agar terhindar dari perbuatan tercela dan penyalahgunaan wewenang.
Salah satu wujud komitmen moral dalam Kode Etik profesi Polri adalah etika
kepribadian, yang merupakan komitmen moral setiap anggota Polri terhadap
Profesinya sebagai pemelihara Kamtibnas, penegak hukum serta pelindung,
pengayom dan pelayan masyarakat, yang didasarkan pada panggilan ibadah sebagai
umat beragama.
Dalam pasal 1
angka 4 peratuaran Kapolri No. 7 Tahun 2006 disebutkan bahwa: “etika
kepribadian adalah sikap moral anggota Polri terhadap profesinya didasarkan
pada panggilan ibadah sebagai umat beragama”. Hakekat etika kepribadian adalah
pengabdian yang merupakan ketulusan dan keikhlasan batin untuk menghambakan diri
kepada pihak lain, baik perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi.
Penghambaan diri kepada profesi terikat pada visi, misi dan tujuan organisasai
profesi tersebut. Etika kepribadian adalah norma yang memberikan pedoman
bagaimana seharusnya dan seyogyanya sikap moral anggota Polri dalam menghambakan dirinya kepada profesi
yang tertuju pada kepentingan masyarakat atau Negara . berkaitan dengan etika
kepribadian ini dalam Pasal 3 Kode etik Profesi Polri (Peraturan Kapolri No. 7
tahun 2006) disebutkan :
Dalam etika
kepribadian setiap anggota Polri wajib :
a.
Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b.
Menjunjung tinggi sumpah sebagai anggota Polri dan dalam hati
nuraninya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
c.
Melaksanakan tugas kenegaraan dan kemasyarakatan dengan niat murni
karena kehendak Yang Maha Kuasa sebagai wujud nyata amal ibadahnya.
Beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah tuntutan yang harus dipenuhi secara
prbadi oleh setiap warga Negara Indonesia. Negara Indonesia adalah berdasarkan
Ketuhanan yang Maha Esa, demikian disebut dalam pasal 29 (1) UUD 1945. Oleh
karena itu setiap warga Negara Indonesia, termasuk anggota Polri wajib beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa. Beriman kepada Tuhan tidak hanya
melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangannya dalam ritual keibadahan,
tetapi juga mengamalkan ajarab-ajaran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
menjalankan perintah dan ajaran Tuhan ada yang mengaktualisasikan dengan
memeluk agam tertentu dana ada pula yang menganut suatu kepercayaan. Demikian
pula bagi setiap Anggota Polri wajib beriman dan bertaqwa kepada Tuhan dan
mengamalkan segala perintah Tuhan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
pelaksanaan tugas kenegaraan dan kemasyarakatan dengan niat murni karena kehendak
Yang Maha Kuasa sebagai wujud nyata dari amal ibadahnya.
Sebagai insan
yang beriman maka setiap anggota Polri wajib menjunjung tinggi sumpah yang
diucapkan pada saat diangkat menjadi Polri karena sumpah tersebut merupakan
tekad dan janji nuraniah seseorang yang digantungkan pada nilai-nilai ke
Tuhanan. Demikian pula pelaksanaan sumpah jabatan merupakan bagian dari
kegiatan ibadah sesorang, karena sumpah jabatan selalu disandarkan pada sifat
ke esa an Tuhan. Pengingkaran terhadap sumpah bertentangan dengan nilai-nilai
moral. Disamping itu pelaksanaan tugas kenegaraan dan kemasyarakatan merupakan
tanggung jawab profesi yang harus dijalankan dengan tulus dan iklhas sebagai
bentuk amal dan ibadah. Ibadah adalah pemenuhan tuntutan agama sehingga wajib
dijalnkan oleh setiap anggota Polri, termasuk menghormati acara keagaman dan
bentuk-bentuk ibadah, serta berkewajiban moral untuk menjaga keamanan dan
kekhidmatan pelaksanaan ibadah atau acara keagamaan tersebut.
2.
Etika Kenegaraan Profesi Polri
Dalam pasal 1
angka 7 Persatuan Kapori Nomor 7 Tahun 2006 disebutkan bahwa : “etika
kenegaraan adalah sikap moral anggota Polri yang menjunjung tinggi landasan
ideologis dan konstitusional Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila dan
Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Berkaitan
dengan etika kenegaraan ini dalam Pasal 4 Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006
disebutkan:
Dalam Etika
kenegaraan setiap anggota Polri wajib :
a.
Menjunjung tinggi Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sebagai landasan ideology dan konstitusi bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
b.
Menjunjung Tinggi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
c.
Menjaga, Memelihara dan meningkatkan rasa aman dan tenteram bagi
bangs dan Negara Kesatuan republic Indonesia.
d.
Menjaga keselamatan fasilitas umum dan hak milik perorangan serta
menjatuhkan sekuat tenaga dari kerusakan dan penurunan nilai guna atas tindakan
yang diambil dalam pelaksanaan tugas.
e.
Menunjukkan penghargaan dan kerjasama dengan sesama pejabat Negara
dalam pelaksanaan Negara.
f.
Menjaga keutuhan wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945, memelihara persatuan dalam kebhinekaan bangs dan menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat.
3.
Etika Kelembagaan Profesi Polri
Dalam pasal 1
angka 8 Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006 disebutkan bahwa : “etika
kelembagaan adalah sikap moral anggota polri terhadap institusi yang menjadi
wadah pengabdian dan patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari
semua insane Bhayangkara dengan segala martabat dan kehormatannya”. Etika
kelembagaan adalah komitmen moral bagi setiap anggota polri terhadap institusi
atau lembaga polri yang merupakan wadah profesinya. Norma yang terkandung dama
etika kelembagaan mengikat sebagai pedoman dan mewajibkan secara moral terhadap
setiap anggota Polri dalam menjalankan profesi kepolisian.
Etika
kelembagaan diatur dalam Pasal 5-9 Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006. Dalam
Pasal 5 disebutkan bahwa:
Dalam Etika
Kelembagaan setiap anggota Polri wajib :
a.
Menjagacitra dan kehormatan lembaga Polri,
b.
Menjalankan tugasnya sesuai dengan visi dan misi lembaga Polri yang
dituntun oleh asas pelayanan serta didukung oleh pengetahuan dan keahlian.
c.
Memperlakukan sesame anggota sebagai subjek yang bermatabat yang
dilandasi oleh pengakuan akan hak dan kewajiban yang sama.
d.
Mengembangkan semangat kebersamaan serta slaing mendorong untuk
meningkatkan kinerja pelayanan pada kepentingan umum,
e.
Meningkatkan kemampuan demi profesionalisme kepolisian.
Selanjutnya
dalam Pasal 6 Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006 disebutkan bahwa : “ Anggota
Polri dalam menggunakan kewenangannya wajib berdasarkan norma hukum dan
mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta nilai-nilai
kemanusiaan”.
Etika
kelembagaan berikutnya disebutkan dalam pasal 7 kode etik profesi polri yang
berbunyi :
(1) Setiap anggota Polri memegang teguh garis
komando, mematuhi jenjang kewenangan, dan bertindak berdasarkan aturan dan tata
cara yang berlaku.
(2) Setiap atasan tidak dibenarkan memberikan
peintah yang bertentangan dengan norma hukum yang berlaku dan wajib
bertanggungjawab atas pelaksanaan perintah yang diberikan kepada anggota
bawahannya.
(3) Setiap anggota polri wajib menolak perintah
atasan yang melanggar norma hukum dan untuk itu anggota tersebut wajib
mendapatkan perlindungan hukum.
(4) Setiap anggota Polri dalam melaksanakan
perintah kedinasan tidak dibenarkan melampaui batas kewenangannya dan wajib
menyampaikan pertanggungjawaban tugasnya kepada atasan langsung.
(5) Setiap anggota Polri dalam melaksnakan
tugas dan wewenangnya tidak boleh terpengaruh oleh isteri/ suami, anak dan
orang-orang lain yang masih terkait hubungan keluarga atau pihak lain yang
tidak ada hubungannya dengan kedinasan.
Berikutnya dalam pasal 8 kode etik profesi
polri disebutkan :
(1) Setiap anggota polri wajib menampilkan
sikap kepemimpinan melalui keteladanan, kejujuran, keadilan, ketulusan, dam
kewibawaan untuk melaksnakan keputusan pimpinan yang dibangun melalui tata cara
yang berlaku guna ,tercapainya tujuan organisasi.
(2) Dalam rapat/pertemuan, untuk mengambil
keputusan boleh berbeda pendapat sebelum diputuskan pimpinan dan setelah
diputuskan setiap anggota wajib tunduk dan mengamnkan keoutusan tersebut.
Etika
kelembagaan dalam kode etik profesi polri juga mengatur norma dalam menjalin
hubungan antara sesame anggota polri (teman sejawat, atasan dan bawahan). Hal
ini di maksudkan agar antara teman sejawat terbentuk perilaku untuk salaing
menghormati dan terikat dalam suasana pergaulan batin sebagai suatu keluarga.
Ketentuan
tersebut diatur dalam Pasal 9 Kode etik Profesi Polri yang berbunyi :
“setiap
anggota Polri senantiasa menampilkan rasa setiakawan dengan sesame anggota
sebagai ikatan batin yang tulus atas dasar kesadaran bersama akan tanggung
jawabnya sebagai salah satu pilar keutuhan bangsa Indonesia, dengan menjunjung
tinggi prinsip-prinsip kehormatan sebagai berikut:
a. Menyadari sepenuhnya sebagai perbuatan
tercela apabila meninggalkan kawan yang terluka, meninggal dunia atau
memerlukan pertolongan dalam pelaksanaan tugas, sedangkan keadaan memungkinkan
untuk member pertolongan.
b. Merupakan keteladanan bagi seorang atasan
untuk membantu kesulitan bawahannya.
c. Merupakan kewajibn moral bagi seorang
atasan atau bawahan untuk saling menunjukkan rasa hormat yang tulus.
d. Merupakan sikap terhormat/ terpuji bagi
anggota Polri apabila menghadiri pemakaman anggota Polri dan purnawan polri
yang meninggal dunia.
e. Selalu terpanggil untuk memberikan bantuan
kepada sesame anggota polri dan purnawiraan polri beserta keluarganya yang
menghadapi suatu kesulitan.
f. Merupakan sikap terhormat apabila tidak
menyampaikan dan menyebarkan rahasia pribadi, kejelekan teman atau keadaan di
dalam lingkungan Polri kepada orang lain.
4. Etika Dalam
Hubungan Dengan Masyarakat
kode etik
profesi Polri tidak hanya mengatur etika kepribadian, kelembagaan dan
kenegaraan bagi setiap anggota Polri, tetapi juga mengatur etika dalam hubungan
dengan masyarakat. Dalam pasal 1 angka 9 Peraturan Kapolri No.7 Tahun 2006
disebutkan bahwa “etika dalam hubungan dengan masyarakat adalah sikap moral
anggota Polri yang senantiasa memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat”.
Ketentuan tersebut penting karena institusi dan insan Polri tidak dapat
dilepaskan dari masyarakat (rakyat).
Selanjutnya
dalam pasal 10 Kode Etik Profesi Polri dikatakan bahwa: “Dalam etika hubungan
dengan Masyarakat maka anggota polri wajib :
a. Menghormati harkat dan martabat manusia
melalui penghargaan serta perlindungan terhadap hak asasi manusi,
b. Menjunjung tinggi prinsip kebebasan dan
kesamaan bagi semua warga Negara,
c. Menghindarkan diri dari perbuatan tercela
dan menjunjung tinggi nilai kejujuran, keadilan dan kebenaran demi pelayanan
pada masyarakat.
d. Menegakkan hukum demi menciptakan tertib
sosial serta rasa aman public,
e. Meningkatkan mutu pelayanan pada
masyarakat,
f. Melakukan tindakan pertama kepolisian
sebagaimana diwajibkan dalam tugas kepolisian, baik sedang betugas maupun
diluar dinas”.
Nilai-nilai
moral tersebut di atas memberikan arahan dan pedoman kepada setiap anggota polri
dalam melaksanakan tugas penegakan hukum dan pemeliharaan Kamtibnas. Dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat setiap anggota Polri dituntut untuk
mengutamakan masyarakat yang dilayani. Hal itu tentunya sesuai dengan slogan
Polri yang berbunyi “Tekadku Pengabdian Terbaik” dan Slogan “Mengayomi dan
Melayani Masyarakat”
Selanjutnya
dengan mengacu Pasal 10 (1.c) pada Pasal 10 (2) Kode Etik Profesi Polri
disebutkan bahwa “Anggota Polri Wajib Menghindarkan diri dari perbuatan Tercela
yang daoat merusak kehormatan profesi dan organisasinya serta menjunjung tinggi
nilai kejujuran, keadian dan kebenaran demi pelayanan pada masyarakat dengan
senantiasa:
a. Memberikan keteangan yang benar dan tidak
menyesatkan.
b. Tidak melakukan pertemuan di luar
pemeriksaan dengan pihak yang terkait dengan perkara.
c. Bersikap ikhlas dan ramah menjawab
pertanyaan tentang perkembangan penanganan perkara yang ditanganinya kepada
semua pihak yang terkait dengan perkara pidana yang dimaksud, sehingga
diperoleh kejelasan tentang penyelesaiannya.
d. Tidak boleh menolak permintaan pertolongan/
bantuan dari masyarakat dengan alasan bukan wilayah hukumnya.
e. Tidak mencari-cari kesalahan masyarakat,
f. Tidak menebarkan berita yang dapat
meresahkan masyarakat,
g. Tidak mengeluarkan ucapan atau isyarat yang
bertujuan untuk mendapatkan imbalan atas pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat.
Pesan moral
yang terkandung dalam pasal 10 (20 Kode etik Profesi tersebut mengandung nilai
luhur yang memberikan arahan kepada setiap anggota Polri dalam pelaksanaan
tugas penegakan hukum.
D. Penegakan
Kode Etik Profesi POLRI
Sebagai
sebuah kumpulan nilai-nilai moral suatu kode etik juga mempunyai sanksi yang
dapat dipaksakan jika dilanggar oleh orang yang wajib mematuhi kode etik
tersebut. Demikian pula dengan kode etik profesi Polri mempunyai sanksi yang
dapt dijatuhkan kepada anggota Polri dan pengemban fungsi kepolisian lainnya
jika melanggar kode etik profesi polri. Dalam pasal 11 (2) kode etika profesi
Polri 2006 disebutkan :
“Anggota
Polri yang melakukan pelanggaran Kode etik dikenakan sanksi berupa:
a. Perilaku pelanggaran dinyatakan sebagai
perbuatan tercela
b. Kewajiban pelanggar untuk meminta maaf
secara terbatas ataupun secara terbuka,
c. Kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan
ulang profesi,
d. Pelanggar dinyatakantidak layak lagi untuk
menjalankan profesi/ fungsi kepolisian.
Setap
pelanggaran terhadap kode etik Profesi dikenakan sanksi moral yang disamoaikan
dalam bentuk putusan sidang Komisi Kode etik Polri secara tertulis kepada
terperiksa (pasal 11 ayat 3 dan pasal 12 ayat 1 Kode etik Profesi Polri).
Bentuk sanksi moral sebagaimana diatur dalam pasal 11 ayat 2 (a,b dan c)
tersebut merupakan bentuk sanksi moral yang bersifat mutlah dan mengikat.
Apabila
tingkat pelanggaran terhadap Kode etik profesi polri termasuk dalam kualifikasi
pelanggaran berat dan dilakukan berulangkali, maka kepada terperiksa dapat
dijatuhi sanksi dinyatakan tidak layak untuk mengemban profesi/ fungsi
kepolisian. Menurut pasal 12 (4) Kode Etik profesi Polri, sanksi tersebut
merupakan sanksi administrasi berupa rekomendasi untuk: (a) dipindahkan tugas
ke jabatan yang berbeda; (b) dipundah tugas ke wilayah berbeda; (c)
pemberhentian dengan hormat; atau (d) pemberhentian tidak dengan hormat. Sanksi
administrasi (a) dan (b) adalah mutasi kepada anggota yang terbukti melanggar
Kode Etik Profesi Polri, baik mutasi jabatan, yaitu dipindah ke jabatan berbeda
(bisa penurunan jabatan), atau mutasi wilayah/ temapat, yaitu dipindah ke
tempat/ daerah lain (bisa ke daerah terpencil). Sedang sanksi administrasi (c)
dan (d) adalah tindakan pemberhentian terhadap anggota Polri yang terbukti
melanggar kode etik profesi Polri, baik berupa pemberhentian dengan hormat atau
pemberhentian tidak dengan hormat.
Mengenai
siapa yang memeriksa jika terjadi pelanggaran kode etik profesi Polri diatur
dalam Pasal 14 (1) yang berbunyi “pemeriksaan atas pelanggaran Kode Etik
Profesi Polri dilakukan oleh Komisi Kode Etik Profesi Polri”. Pemeriksaan dalam
sidang komisi adalah sebagai upaya untuk membuktikan dugaan terjadinya
pelanggaran Kode Etik Profesi Polri, yang didasari oleh proses putusan sidang
yang cermat sehingga tidak menjadi sarana untuk melakukan persaingan tidak
sehat antara anggota.
Menurut
Pasal 12 PP No. 1 Tahun 2003 seorang anggota Polri diberhentikan tidak dengan
Hormat dari dinas Polri jika dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang
tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Polri.
Tindak
pidana lain yang mengakibatkan anggota polri direkomendasikan untuk
diberhentikan dari dinas Polri sebagaimana disebut Pasal 12 PP No. 1 tahun 2003
adalah memberikan keterangan palsu atau tidak benar pada saat mendaftarkan diri
sebagai calon anggota Polri. Disamping itu adalah tindak pidana maker, yaitu
melakukan usaha atau kegiatan yang nyata-nyata bertujuan mengubah Pancasila,
atau terlibat dalam gerakan atau melakukan kegiatan yang menentang Negara dan
atau Pemerintah RI selanjutnya menurut pasal 13 PP No. 1 tahun 2003 anggota
Polri dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas polri jika melanggar
sumpah/ janji sebagai anggota Polri, sumpah/ janji jabatan, dan atau kode etik
profesi Polri
Kemudian
dalam pasal 14 PP No. 1 tahun 2003 disebutkan bahwa anggota Polri dapat
diberhentikan jika :
(a) Meninggalkan tugas secara tidak sah selama
lebih dari 30 (tiga Puluh) hari berturut-turut;
(b) Melakukan perbuatan dan berperilaku yang
dapat merugikan dinas Polri;
(c) Melakukan bunuh diri dengan maksud
menghindari penyidikan dan atau tuntutan hukum atau meninggal dunia sebagai
akibat dari tindak pidana yang dilakukannya. [3]
[1] Dr. Shidarta, SH., m.Hum, Moralitas Profesi Hukum, (Bandung:
PT. Rafika Aditama, 2009), hal. 15-16
[2] Supriyadi, Etika dan Tanggung jawab Profesi hukum
di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 134-137
[3]Drs. H. Pudi Rahardi, M.H, Hukum Kepolisian : Profesionalisme dan
Reformasi POLRI, (Surabaya: Laksbang Mediatama, 2007), hal. 145-173