Minggu, 19 Maret 2017

KEDUDUKAN KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN

Oleh : Intan Pratiwi Nirwana Putri
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos (jamaknya ta etha), yang berarti kebiasaan. Selain etika, juga dikenal kata “moral” atau ”moralitas” yang berasal dari bahasa latin, yaitu mos (jamaknya mores), yang artinya juga kebiasaan.
Dengan mengikuti penjelasan dari kamus Besar Bahasa Indonesia, K. Bertens menyatakan, etika dapat dibedakan dalam tiga arti. Pertama etika dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur perilakunya. Contohnya etia suku Indian, etika agama Budha, dan etika Protestan. Kedua etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral, contohnya adalah kode etik suatu profesi. Ke tiga etika sebagai ilmu tentang yang baik dan yanag buruk. Apa yang disebutkan terakhir ini sama artinya dengan etika sebagai cabang filsafat.
Pengertian etika yang pertama dan kedua dalam penjelasan K.Bertens sebenarnya mengacu pada pengertian etika yang sama, yaitu etika sebagai system nilai. Jika kita bebicara tentang etika profesi hukum, berarti kita juga berbicara tentang system nilai yang menjadi pegangan suatu kelompok profesi, mengenai apa yang baik dan yang buruk menurut nilai-nilai profesiitu. Biasanya nilai-nilai itu dirumuskan dalam suatu norma tertulis, yang kemudian disebut sebagai kode etik. Jadi, kiranya cukup jelas apabila etika diartikan dalam dua hal, yaitu :
1.      Etika sebagai system nilai, dan
2.      Etika sebagiailmu, atau lebih tegas lagi sebagai cabang filsafat.
Orang sering mengacaukan kata-kata etika dengan etiket. Sebagai contoh, jika seseorang mahasiswa mengahadap dosennya dengan menggunakan sandal jepit, mungkin akan muncul komentar bahwa mahasiswa itu tidak beretika, komentar demikian sesungguhnya kurang tepat. Sebab kata yang seharusnya adalah etiket, bukan etika.
Etiket berkaitan dengan sopan santun dalam pergaulan sesame manusia. Tentu saja apa yang diartikan sopan dalam suatu situasi atau oleh suatu budaya, akan berbeda menurut situasi atau budaya yang lain. Etika jauh lebih luas pengertiannya dari sekedar sopan santun dalam pergaulan. Etika merupakan refleksi manusia tentang nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam kehidupannya. Etika juga tidak membatasi diri pada situasi atau budaya tertentu, tetapi lebih berskala universal.
Sebagai cabang filsafat, etika membahas tentang moralitas manusia. Dalam beberapa buku, etika diartikan sebagai filsafat tingkah laku, sedangkan dalam buku-buku yang lain disebut sebagai filsafat moral. Pendapat yang disebutkan terakhir ini lebih tepat karena moral dalam arti luas juga moralitas, merupakan nilai dan norma yang dapat menjadi pedoman sikap dan perilaku manusia. Jadi bukan hanya perilaku yang dipedomani, tetapi juga sikap atau lengkapnya dapat dikatakan, bahwa etika adalah filsafat tentang sikap atau perilaku.[1]
Ada yang menyebut profesi polisi sebagai suatu profesi yang mulia (nobile profession). Fanz Magnis Suseno menyebutnya sebagai suatu profesi yang luhur, yang memiliki dua prinsip, yaitu mendahulukan kepentingan orang yang dibantu, dan mengabdi pada tuntutan luhur profesi. Sebagai sebuah profesi maka polisi mempunyai kode etik profesi. Setiap profesi mensyaratkan adanya landasan moral dalam menjalankan profesinya. Moral disyaratkan ada pada setiap pemegang profesi, oleh karenanya pemegang profesi memiliki tanggung jawab moral dan komitmen atas profesi yang disandang.
Moral merupakan landasan dan dasar dalam menjalankan atau melahiriahkan profesi. Dalam menjalankan profesi agar tetap berada dalam kerangka nilai-nilai moral maka diperlukan aturan perilaku berupa etika. Moral menyangkut kebaikan, oleh karena itu secara sederhana moral dapat disamakan dengan kebaikan orang atau kebaikan manusiawi. Hakekat setiap profesi tercermin dari kode etiknya yang berupa suatu ikatan, suatu aturan atau norma yang harus diindahkan yang berisi petunjuk-petunjuk kepada para anggota organisasi profesi tentang larangan-larangan, yaitu apa yang tidak boleh diperbuat atau dilakukan, tidak saja dalam menjalankan profesinya, tetapi juga menyangkut perilaku mereka dalam masyarakat.
Kode etik profesi adalah suatu tuntutan bimbingan atau pedoman moral atau kesusilaan untuk suatu profesi tertentu atau merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan suatu profesi yang disusun oleh para anggota profesi itu sendiri dan mengikat mereka dalam praktik. Dengan demikian maka kode etik profesi berisi nilai-nilai etis yang ditetapkan sebagai sarana pembimbing dan pengendali bagaimana seharusnya atau seyogyanya pemegang profesi bertindak atau berperilaku atau berbuat dalam menjalankan profesinya. Jadi, nilai-nilai yang terkandung dalam kode etik profesi adalah nilai-nilai etnis.
Kode etik profesi lahir dalam lembaga atau organisasi profesi itu sendiri yang kemudian mengikat secara moral bagi seluruh anggota yang tergabung dalam organisasi tersebut. Oleh karena itu antara organisasi profesi yang satu dengan oraganisasi profesi  lainnya memiliki rumusan kode etik profesi yang berbeda-beda, baik unsure normanya maupun ruang lingkup dan wilayah berlakunya. Demikian pula pada profesi kepolisian, mempunyai kode etik yang berlaku bagi polisi dan pemegang fungsi kepolisian. Kode etik bagi profesi kepolisian tidak hanya didasarkan pada kebutuhan professional, tetapi juga telah diatur secara normative dalam UU No. 2 tahun 2002 tentang POLRI yang ditindak lanjuti dengan peraturan Kapolri, sehingga kode etik profesi Polri berlaku mengikat bagi setiap anggota POLRI.

B.     Tugas dan Wewenang POLRI
Kepolisian sebagai lembaga penegakan hukum dalam menjalankan tugasnya tetap tunduk dan patuh pada tugas dan wewenang sebagaimana yang diatur dalam UU ini. Dalam pasal 13 UU nomor 2 tahun 2002 dinytakan bahwa tugas pokok kepolisian Negara republic Indonesia adalah:
1.      Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
2.      Menegakkan hukum
3.      Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat
Untuk lebih merinci mengenai tugas pokok sebagaimana nomor 2 tahun 2002, dinyatakan dalam pasal 13 dalam pasal 14 UU nomor 2 tahun 2002, dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas pokoknya, kepolisian Negara republic Indonesia bertugas:
a.       Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawlan dan patrol terhadap kegiatan masyrakat dan pemerintah sesuai kebutuhan
b.      Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas jalan
c.       Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyrakat, kesadaran hukum masyarakat, serta ketaan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan
d.      Turut serta dalam pembinaan hukum nasional
e.       Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum
f.       Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa
g.      Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya
h.      Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensic dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian
i.        Melindungi kepentingan jiwa raga, harta benda dan masyarakat lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia
j.        Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara, sebelum ditangani oleh instansi dan atau pihak yang berwenang
k.      Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian
l.        Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selain tugas pokok kepolisian diatas, wewenang kepolisian Negara republic Indonesia diatur dalam pasal 15 UU nomor 2 tahun 2002 yang menyatakan dalam rangkapenyelenggaraan tugas bagaiamana dimaksud dalam pasal 13 dan pasal 14, kepolisian Negara republic Indonesia secara umum berwenang:
a.       Menerima laporan dan pengaduan
b.      Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat menggangu ketertiban umum
c.       Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masayarkat
d.      Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa
e.       Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangna administrative kepolisian
f.       Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan
g.      Melakukan tindakan pertama ditempat kejadian
h.      Mengambil sidik jari dan identitas lainya serta memotret seseorang
i.        Mencari keterangan dan barang bukti
j.        Menyelenggrakan pusat informasi criminal nasional
k.      Mengeluarkan surat izin dan atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat
l.        Memberikan bantuan pengamanan dalam siding dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat
m.    Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu[2]

C.    Kode Etik Profesi POLRI
Dalam pasal 34 dan 35 UU No. 2 tahun 2002 disebutkan bahwa : (1) sikap dan perilaku pejabat polri terikat pada kode etik profesi polri; (2) kode etik profesi Polri dapat menjadi pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya dalam melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungannya; dan (3) ketentuan mengenai kode etik profesi polri diatur dengan keputusan kapolri. Selanjutnya dalam pasal 35 disebutkan : (1) pelanggaran terhadap kode etik profesi polri diselesaikan oleh komisi kode etik polri; dan (2) ketentuan mengenai susunan organisasi dan tata kerja komisi kode etik polri diatur dengan keputusan kapolri.
Tindak lanjut dari ketentuan pasal 34 dan 35  UU No. 2 tahun 2002 adalah diterbitkan keputusan kapolri No. Pol.Kep/32/VII/2003, tanggal 1 Juli 2003 Tentang Pengesahan berlakunya rumusan Kode etik Profesi Pori. Kapolri juga menerbitkan Keputusan No. Pol : Kep/33/VII/2003, tanggal 1 juli 2003 tentang Tata Cara Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri. Kedua ketentuan tersebut sebenarnya bukan produk hukum pertama  yang mengatur kode etik profesi polri, karena pada tahun 1985 Kapolri telah menerbitkan Keputusan No. Pol.: Skep/213/VII/1985, tanggal 1 juli 1985 yang dahulu dikenal dengan Naskah Ikrar Kode etik tentang Polri. Selanjutnya berdasarkan Pasal 23 UU No. Pol.: Kep/05/III/2001 Tentang buku kode etik profesi polri; dan buku petunjuk Administrasi Komisi Kode Etik Profesi Polri dengan keputusan Kapolri No. Pol.: Kep/04/III/2001, tanggal 7 Maret 2001.
Kode etik profesi polri saat ini diatur dengan peraturan Kapolri No. 7 tahun 2006, tanggal 1 Juli 2006 Tentang Kode etik Profesi Polri; dan peraturan Kapolri No. 8 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode etik Polri. Peningkatan pengaturan Kode Etik Profesi Polri dalam bentuk peraturan Kapolri adalah untuk memenuhi ketentuan UU no. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.  Menurut pasal 7 (4) UU No. 10 tahun 2004, peraturan perundang-undangan lain diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat aepanjang diperintah oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan bahwa salah satu jenis peraturan yang dikeluarkan oleh menteri. Kapolri adalah pejabat setingkat menteri, karena bertanggung jawab langsung kepada presiden, sehingga peraturan yang dikeluarkan oleh kapolri mempunyai kekuatan mengikat. Disamping itu peningkatan pengaturan Kode etik Profesi Polri dengan peraturan Kapolri dimaksudkan agar kode etik tersebut tidak hanya mengikat anggota Polri tetapi juga mengikat pengemban fungsi kepolisian lainnya.
Kode etik profesi polri merupakan pedoman perilaku dan sekaligus menjadi pedoman moral bagi anggota Polri sebagai upaya pemuliaan terhadap profesi kepolisian yang berfungsi sebagai pembimbing pengabdian, sekaligus menjadi pengawas hati nurani setiap anggota polri agra terhindar dari perbuatan yang tercela dan penyalah gunaan wewenang. Dalam pasal 1 angka 1 etik profesi polri adalah norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan landasan etik atau filosofis dengan peraturan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang  atau tidak patut dilakukan oelh anggota polri.
Fungsi kode etik profesi polri adalah sebagai pembimbing perilaku anggota polri dalam menjalankan pengabdian profesinya dan sebagai pengawas hati nurani agar anggota polri tidak melakukan perbuatan tercela yang bertentangan dengan nilai-nilai etnis dan tidak melakukan penyalahgunaan wewenang atas profesi kepolisian yang dijalnkannya. Kode etik profesi kepolisian merupakan kristalisasi dari nilai-nilai tribrata yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota polri dalam wujud komitmen moral yang meliputi etika kepribadian, etika kenegaraan, etika kelembagaan dan etika dalam hubungan dengan masyarakat. Pada peraturan sebeumnya etika profesi Polri hanya meliputi etika pengabdian, etika kelembagaan dan etika kenegaraan.
1.      Etika Kepribadian Profesi Polri
Keberhasilan pelaksanaan tugas Polri dalam memelihara Kamtibnas, dalam menegakkan hukum, melindungi dan mengayomi serta melayani masyarakat selain ditentukan oleh kualitas pengetahuan dan keterampilan teknis kepolisian atau profesionalisme yang tinggi, juga ditentukan oleh perilaku terpuji setiap anggota Polri ditengah msyarakat. Oleh karena itu setiap anggota Polri wajib menghayati dan menjiwai Kode etik Profesi Polri yang harus tercermin dalam sikap dan perilakunya, agar terhindar dari perbuatan tercela dan penyalahgunaan wewenang. Salah satu wujud komitmen moral dalam Kode Etik profesi Polri adalah etika kepribadian, yang merupakan komitmen moral setiap anggota Polri terhadap Profesinya sebagai pemelihara Kamtibnas, penegak hukum serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, yang didasarkan pada panggilan ibadah sebagai umat beragama.
Dalam pasal 1 angka 4 peratuaran Kapolri No. 7 Tahun 2006 disebutkan bahwa: “etika kepribadian adalah sikap moral anggota Polri terhadap profesinya didasarkan pada panggilan ibadah sebagai umat beragama”. Hakekat etika kepribadian adalah pengabdian yang merupakan ketulusan dan keikhlasan batin untuk menghambakan diri kepada pihak lain, baik perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi. Penghambaan diri kepada profesi terikat pada visi, misi dan tujuan organisasai profesi tersebut. Etika kepribadian adalah norma yang memberikan pedoman bagaimana seharusnya dan seyogyanya sikap moral anggota Polri  dalam menghambakan dirinya kepada profesi yang tertuju pada kepentingan masyarakat atau Negara . berkaitan dengan etika kepribadian ini dalam Pasal 3 Kode etik Profesi Polri (Peraturan Kapolri No. 7 tahun 2006) disebutkan :
Dalam etika kepribadian setiap anggota Polri wajib :
a.       Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b.      Menjunjung tinggi sumpah sebagai anggota Polri dan dalam hati nuraninya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
c.       Melaksanakan tugas kenegaraan dan kemasyarakatan dengan niat murni karena kehendak Yang Maha Kuasa sebagai wujud nyata amal ibadahnya.
Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah tuntutan yang harus dipenuhi secara prbadi oleh setiap warga Negara Indonesia. Negara Indonesia adalah berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, demikian disebut dalam pasal 29 (1) UUD 1945. Oleh karena itu setiap warga Negara Indonesia, termasuk anggota Polri wajib beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa. Beriman kepada Tuhan tidak hanya melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangannya dalam ritual keibadahan, tetapi juga mengamalkan ajarab-ajaran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam menjalankan perintah dan ajaran Tuhan ada yang mengaktualisasikan dengan memeluk agam tertentu dana ada pula yang menganut suatu kepercayaan. Demikian pula bagi setiap Anggota Polri wajib beriman dan bertaqwa kepada Tuhan dan mengamalkan segala perintah Tuhan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pelaksanaan tugas kenegaraan dan kemasyarakatan dengan niat murni karena kehendak Yang Maha Kuasa sebagai wujud nyata dari amal ibadahnya.
Sebagai insan yang beriman maka setiap anggota Polri wajib menjunjung tinggi sumpah yang diucapkan pada saat diangkat menjadi Polri karena sumpah tersebut merupakan tekad dan janji nuraniah seseorang yang digantungkan pada nilai-nilai ke Tuhanan. Demikian pula pelaksanaan sumpah jabatan merupakan bagian dari kegiatan ibadah sesorang, karena sumpah jabatan selalu disandarkan pada sifat ke esa an Tuhan. Pengingkaran terhadap sumpah bertentangan dengan nilai-nilai moral. Disamping itu pelaksanaan tugas kenegaraan dan kemasyarakatan merupakan tanggung jawab profesi yang harus dijalankan dengan tulus dan iklhas sebagai bentuk amal dan ibadah. Ibadah adalah pemenuhan tuntutan agama sehingga wajib dijalnkan oleh setiap anggota Polri, termasuk menghormati acara keagaman dan bentuk-bentuk ibadah, serta berkewajiban moral untuk menjaga keamanan dan kekhidmatan pelaksanaan ibadah atau acara keagamaan tersebut.
2.      Etika Kenegaraan Profesi Polri
Dalam pasal 1 angka 7 Persatuan Kapori Nomor 7 Tahun 2006 disebutkan bahwa : “etika kenegaraan adalah sikap moral anggota Polri yang menjunjung tinggi landasan ideologis dan konstitusional Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila dan Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Berkaitan dengan etika kenegaraan ini dalam Pasal 4 Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006 disebutkan:
Dalam Etika kenegaraan setiap anggota Polri wajib :
a.       Menjunjung tinggi Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai landasan ideology dan konstitusi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b.      Menjunjung Tinggi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c.       Menjaga, Memelihara dan meningkatkan rasa aman dan tenteram bagi bangs dan Negara Kesatuan republic Indonesia.
d.      Menjaga keselamatan fasilitas umum dan hak milik perorangan serta menjatuhkan sekuat tenaga dari kerusakan dan penurunan nilai guna atas tindakan yang diambil dalam pelaksanaan tugas.
e.       Menunjukkan penghargaan dan kerjasama dengan sesama pejabat Negara dalam pelaksanaan Negara.
f.       Menjaga keutuhan wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, memelihara persatuan dalam kebhinekaan bangs dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
3.      Etika Kelembagaan Profesi Polri
Dalam pasal 1 angka 8 Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006 disebutkan bahwa : “etika kelembagaan adalah sikap moral anggota polri terhadap institusi yang menjadi wadah pengabdian dan patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insane Bhayangkara dengan segala martabat dan kehormatannya”. Etika kelembagaan adalah komitmen moral bagi setiap anggota polri terhadap institusi atau lembaga polri yang merupakan wadah profesinya. Norma yang terkandung dama etika kelembagaan mengikat sebagai pedoman dan mewajibkan secara moral terhadap setiap anggota Polri dalam menjalankan profesi kepolisian.
Etika kelembagaan diatur dalam Pasal 5-9 Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006. Dalam Pasal 5 disebutkan bahwa:
Dalam Etika Kelembagaan setiap anggota Polri wajib :
a.       Menjagacitra dan kehormatan lembaga Polri,
b.      Menjalankan tugasnya sesuai dengan visi dan misi lembaga Polri yang dituntun oleh asas pelayanan serta didukung oleh pengetahuan dan keahlian.
c.       Memperlakukan sesame anggota sebagai subjek yang bermatabat yang dilandasi oleh pengakuan akan hak dan kewajiban yang sama.
d.      Mengembangkan semangat kebersamaan serta slaing mendorong untuk meningkatkan kinerja pelayanan pada kepentingan umum,
e.       Meningkatkan kemampuan demi profesionalisme kepolisian.
Selanjutnya dalam Pasal 6 Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006 disebutkan bahwa : “ Anggota Polri dalam menggunakan kewenangannya wajib berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta nilai-nilai kemanusiaan”.
Etika kelembagaan berikutnya disebutkan dalam pasal 7 kode etik profesi polri yang berbunyi :
(1)   Setiap anggota Polri memegang teguh garis komando, mematuhi jenjang kewenangan, dan bertindak berdasarkan aturan dan tata cara yang berlaku.
(2)   Setiap atasan tidak dibenarkan memberikan peintah yang bertentangan dengan norma hukum yang berlaku dan wajib bertanggungjawab atas pelaksanaan perintah yang diberikan kepada anggota bawahannya.
(3)   Setiap anggota polri wajib menolak perintah atasan yang melanggar norma hukum dan untuk itu anggota tersebut wajib mendapatkan perlindungan hukum.
(4)   Setiap anggota Polri dalam melaksanakan perintah kedinasan tidak dibenarkan melampaui batas kewenangannya dan wajib menyampaikan pertanggungjawaban tugasnya kepada atasan langsung.
(5)   Setiap anggota Polri dalam melaksnakan tugas dan wewenangnya tidak boleh terpengaruh oleh isteri/ suami, anak dan orang-orang lain yang masih terkait hubungan keluarga atau pihak lain yang tidak ada hubungannya dengan kedinasan.
Berikutnya dalam pasal 8 kode etik profesi polri disebutkan :
(1)   Setiap anggota polri wajib menampilkan sikap kepemimpinan melalui keteladanan, kejujuran, keadilan, ketulusan, dam kewibawaan untuk melaksnakan keputusan pimpinan yang dibangun melalui tata cara yang berlaku guna ,tercapainya tujuan organisasi.
(2)   Dalam rapat/pertemuan, untuk mengambil keputusan boleh berbeda pendapat sebelum diputuskan pimpinan dan setelah diputuskan setiap anggota wajib tunduk dan mengamnkan keoutusan tersebut.
Etika kelembagaan dalam kode etik profesi polri juga mengatur norma dalam menjalin hubungan antara sesame anggota polri (teman sejawat, atasan dan bawahan). Hal ini di maksudkan agar antara teman sejawat terbentuk perilaku untuk salaing menghormati dan terikat dalam suasana pergaulan batin sebagai suatu keluarga.
Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 9 Kode etik Profesi Polri yang berbunyi :
“setiap anggota Polri senantiasa menampilkan rasa setiakawan dengan sesame anggota sebagai ikatan batin yang tulus atas dasar kesadaran bersama akan tanggung jawabnya sebagai salah satu pilar keutuhan bangsa Indonesia, dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip kehormatan sebagai berikut:
a.       Menyadari sepenuhnya sebagai perbuatan tercela apabila meninggalkan kawan yang terluka, meninggal dunia atau memerlukan pertolongan dalam pelaksanaan tugas, sedangkan keadaan memungkinkan untuk member pertolongan.
b.      Merupakan keteladanan bagi seorang atasan untuk membantu kesulitan bawahannya.
c.       Merupakan kewajibn moral bagi seorang atasan atau bawahan untuk saling menunjukkan rasa hormat yang tulus.
d.      Merupakan sikap terhormat/ terpuji bagi anggota Polri apabila menghadiri pemakaman anggota Polri dan purnawan polri yang meninggal dunia.
e.       Selalu terpanggil untuk memberikan bantuan kepada sesame anggota polri dan purnawiraan polri beserta keluarganya yang menghadapi suatu kesulitan.
f.       Merupakan sikap terhormat apabila tidak menyampaikan dan menyebarkan rahasia pribadi, kejelekan teman atau keadaan di dalam lingkungan Polri kepada orang lain.
4.      Etika Dalam Hubungan Dengan Masyarakat
kode etik profesi Polri tidak hanya mengatur etika kepribadian, kelembagaan dan kenegaraan bagi setiap anggota Polri, tetapi juga mengatur etika dalam hubungan dengan masyarakat. Dalam pasal 1 angka 9 Peraturan Kapolri No.7 Tahun 2006 disebutkan bahwa “etika dalam hubungan dengan masyarakat adalah sikap moral anggota Polri yang senantiasa memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat”. Ketentuan tersebut penting karena institusi dan insan Polri tidak dapat dilepaskan dari masyarakat (rakyat).
Selanjutnya dalam pasal 10 Kode Etik Profesi Polri dikatakan bahwa: “Dalam etika hubungan dengan Masyarakat maka anggota polri wajib :
a.       Menghormati harkat dan martabat manusia melalui penghargaan serta perlindungan terhadap hak asasi manusi,
b.      Menjunjung tinggi prinsip kebebasan dan kesamaan bagi semua warga Negara,
c.       Menghindarkan diri dari perbuatan tercela dan menjunjung tinggi nilai kejujuran, keadilan dan kebenaran demi pelayanan pada masyarakat.
d.      Menegakkan hukum demi menciptakan tertib sosial serta rasa aman public,
e.       Meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat,
f.       Melakukan tindakan pertama kepolisian sebagaimana diwajibkan dalam tugas kepolisian, baik sedang betugas maupun diluar dinas”.
Nilai-nilai moral tersebut di atas memberikan arahan dan pedoman kepada setiap anggota polri dalam melaksanakan tugas penegakan hukum dan pemeliharaan Kamtibnas. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat setiap anggota Polri dituntut untuk mengutamakan masyarakat yang dilayani. Hal itu tentunya sesuai dengan slogan Polri yang berbunyi “Tekadku Pengabdian Terbaik” dan Slogan “Mengayomi dan Melayani Masyarakat”
Selanjutnya dengan mengacu Pasal 10 (1.c) pada Pasal 10 (2) Kode Etik Profesi Polri disebutkan bahwa “Anggota Polri Wajib Menghindarkan diri dari perbuatan Tercela yang daoat merusak kehormatan profesi dan organisasinya serta menjunjung tinggi nilai kejujuran, keadian dan kebenaran demi pelayanan pada masyarakat dengan senantiasa:
a.       Memberikan keteangan yang benar dan tidak menyesatkan.
b.      Tidak melakukan pertemuan di luar pemeriksaan dengan pihak yang terkait dengan perkara.
c.       Bersikap ikhlas dan ramah menjawab pertanyaan tentang perkembangan penanganan perkara yang ditanganinya kepada semua pihak yang terkait dengan perkara pidana yang dimaksud, sehingga diperoleh kejelasan tentang penyelesaiannya.
d.      Tidak boleh menolak permintaan pertolongan/ bantuan dari masyarakat dengan alasan bukan wilayah hukumnya.
e.       Tidak mencari-cari kesalahan masyarakat,
f.       Tidak menebarkan berita yang dapat meresahkan masyarakat,
g.      Tidak mengeluarkan ucapan atau isyarat yang bertujuan untuk mendapatkan imbalan atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
Pesan moral yang terkandung dalam pasal 10 (20 Kode etik Profesi tersebut mengandung nilai luhur yang memberikan arahan kepada setiap anggota Polri dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum.
D.    Penegakan Kode Etik Profesi POLRI
Sebagai sebuah kumpulan nilai-nilai moral suatu kode etik juga mempunyai sanksi yang dapat dipaksakan jika dilanggar oleh orang yang wajib mematuhi kode etik tersebut. Demikian pula dengan kode etik profesi Polri mempunyai sanksi yang dapt dijatuhkan kepada anggota Polri dan pengemban fungsi kepolisian lainnya jika melanggar kode etik profesi polri. Dalam pasal 11 (2) kode etika profesi Polri 2006 disebutkan :
“Anggota Polri yang melakukan pelanggaran Kode etik dikenakan sanksi berupa:
a.       Perilaku pelanggaran dinyatakan sebagai perbuatan tercela
b.      Kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara terbatas ataupun secara terbuka,
c.       Kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi,
d.      Pelanggar dinyatakantidak layak lagi untuk menjalankan profesi/ fungsi kepolisian.
Setap pelanggaran terhadap kode etik Profesi dikenakan sanksi moral yang disamoaikan dalam bentuk putusan sidang Komisi Kode etik Polri secara tertulis kepada terperiksa (pasal 11 ayat 3 dan pasal 12 ayat 1 Kode etik Profesi Polri). Bentuk sanksi moral sebagaimana diatur dalam pasal 11 ayat 2 (a,b dan c) tersebut merupakan bentuk sanksi moral yang bersifat mutlah dan mengikat.
Apabila tingkat pelanggaran terhadap Kode etik profesi polri termasuk dalam kualifikasi pelanggaran berat dan dilakukan berulangkali, maka kepada terperiksa dapat dijatuhi sanksi dinyatakan tidak layak untuk mengemban profesi/ fungsi kepolisian. Menurut pasal 12 (4) Kode Etik profesi Polri, sanksi tersebut merupakan sanksi administrasi berupa rekomendasi untuk: (a) dipindahkan tugas ke jabatan yang berbeda; (b) dipundah tugas ke wilayah berbeda; (c) pemberhentian dengan hormat; atau (d) pemberhentian tidak dengan hormat. Sanksi administrasi (a) dan (b) adalah mutasi kepada anggota yang terbukti melanggar Kode Etik Profesi Polri, baik mutasi jabatan, yaitu dipindah ke jabatan berbeda (bisa penurunan jabatan), atau mutasi wilayah/ temapat, yaitu dipindah ke tempat/ daerah lain (bisa ke daerah terpencil). Sedang sanksi administrasi (c) dan (d) adalah tindakan pemberhentian terhadap anggota Polri yang terbukti melanggar kode etik profesi Polri, baik berupa pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian tidak dengan hormat.
Mengenai siapa yang memeriksa jika terjadi pelanggaran kode etik profesi Polri diatur dalam Pasal 14 (1) yang berbunyi “pemeriksaan atas pelanggaran Kode Etik Profesi Polri dilakukan oleh Komisi Kode Etik Profesi Polri”. Pemeriksaan dalam sidang komisi adalah sebagai upaya untuk membuktikan dugaan terjadinya pelanggaran Kode Etik Profesi Polri, yang didasari oleh proses putusan sidang yang cermat sehingga tidak menjadi sarana untuk melakukan persaingan tidak sehat antara anggota.
Menurut Pasal 12 PP No. 1 Tahun 2003 seorang anggota Polri diberhentikan tidak dengan Hormat dari dinas Polri jika dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Polri.
Tindak pidana lain yang mengakibatkan anggota polri direkomendasikan untuk diberhentikan dari dinas Polri sebagaimana disebut Pasal 12 PP No. 1 tahun 2003 adalah memberikan keterangan palsu atau tidak benar pada saat mendaftarkan diri sebagai calon anggota Polri. Disamping itu adalah tindak pidana maker, yaitu melakukan usaha atau kegiatan yang nyata-nyata bertujuan mengubah Pancasila, atau terlibat dalam gerakan atau melakukan kegiatan yang menentang Negara dan atau Pemerintah RI selanjutnya menurut pasal 13 PP No. 1 tahun 2003 anggota Polri dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas polri jika melanggar sumpah/ janji sebagai anggota Polri, sumpah/ janji jabatan, dan atau kode etik profesi Polri
Kemudian dalam pasal 14 PP No. 1 tahun 2003 disebutkan bahwa anggota Polri dapat diberhentikan jika :
(a)    Meninggalkan tugas secara tidak sah selama lebih dari 30 (tiga Puluh) hari berturut-turut;
(b)   Melakukan perbuatan dan berperilaku yang dapat merugikan dinas Polri;
(c)    Melakukan bunuh diri dengan maksud menghindari penyidikan dan atau tuntutan hukum atau meninggal dunia sebagai akibat dari tindak pidana yang dilakukannya. [3]


[1] Dr. Shidarta, SH., m.Hum, Moralitas Profesi Hukum, (Bandung: PT. Rafika Aditama, 2009), hal. 15-16
[2] Supriyadi, Etika dan Tanggung jawab Profesi hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 134-137

[3]Drs. H. Pudi Rahardi, M.H, Hukum Kepolisian : Profesionalisme dan Reformasi POLRI, (Surabaya: Laksbang Mediatama, 2007), hal. 145-173